Sabtu, 30 April 2016

Hukum Dagang



A.   Hubungan antara hukum Dagang dan hukum Perdata

Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
             Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
             Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, kata “dagang” dalam hukum dagang bukanlah merupakan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian dari ekonomi.
Hubungan antara KUHD dengan KUHP adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

  1. Hubungan antara Pengusaha dan pembantu-pembantunya 
Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan perdagangan atau orang yang memberikan kuasa perusahaannya kepadaorang lain. Apabila seseorang melakukan atau menyuruh melakukan suatu perusahaan disebut pengusaha.
Selain pengusaha, ada juga istilah pembangtu pengusaha. Pembantu pengusaha adalah orang yang berkerja untuk membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya. Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama.

pembantu pengusaha itu ada 2 macam di antaranya :
1)      Pembantu Dalam (internal perusahaan) seperti: pelayan toko, pekerja keliling, pengurus filial, pmegang prokurasi dan pimpinan perusahaan
2)   Pembatu Luar (eksternal perusahaan), misalnya: agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar.
a)      Pembantu-Pembantu Dalam Perusaha’an
·   Pelayan toko adalah semua pelayan yang membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya di toko, misalnya pelayan penjual, pelayan penerima uang (kasir), pelayan pembukuan, pelayan penyerah barang dan lain-lain.
·   Pekerja keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar kantor untuk memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara majikan (pengusaha)dan pihak ketiga.
·       Pengurus filial ialah petugas yang mewakili pengusaha mengenai semua hal, tetapi terbatas pada satu cabang perusahaan atau satu daerah tertentu.
·     Pemegang prokurasi ialah pemegang kuasa dari perusahaan. Dia adalah wakil pimpinan perusahaan atau wakil manager, dan dapat mempunyai kedudukan sebagai kepala satu bagian besar dari perusahaan itu. Ia juga dapat dipandang berkuasa untuk beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti mewakili perusahaan itu di muka hakim, meminjam uang, menarik dan mengakseptir surat wesel, mewakili pengusaha dalam hal menandatanganu perjanjian dagang, dan lain-lain.
·       Pimpinan perusahaan ialah pemegang kuasa pertama dari pengusaha perusahaan. Dia adalah yang mengemudikan seluruh perusahaan. Dia adalah yang bertanggung jawab tentang maju dan mundurnya perusahaan. Dia bertanggung jawab penuh atas kemajuan dan kemunduran perusahaan. Pada perusahaan besar, pemimpin perusahaan berbentuk dewan pimpinan yang disebut Direksi yang diketuai oleh seorang Direktur Utama.

b)    Pembantu-Pembantu Luar Perusahaan
·        Agen perusahaan adalah orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara pihak ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga.
·    Pengacara adalah orang yang mewakili pengusaha sebagi pihak dalam perkara dimuka Hakim. Dalam mewakili pengusaha, pengacara teidak hanya terbatas dimuka hakim saja, namun juga dalam persoalan hokum diluar hakim.
·       Notaris seorang notaris dapat membantu pengusaha dalam membuat perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungan hukumnya dengan pihak pengusaha bersifat tidak tetap, bersifat pelayanan berkala dan pemberian kuasa.
·     Makelar menurut pengertian Undang-undang, seorang makelar pada pokoknya adalah seorang perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ke tiga untuk mengadakan berbagai perjanjian dalam pasal 62.

Hubungan hukum antara pengusaha dan pembantu-pembantunya dapat bersifat :
1)      Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
2)      Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPerdata yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c KUHPerdata, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPer.

C.   Kewajiban Pengusaha
Pengusaha dalam menjalankan suatu usahanya memiliki hak dan kewajiban, seorang pengusaha berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerjanya atau karyawannya, selain itu pengusaha juga berhak atas ditaatinya peraturan yang dibuat termasuk pemberian sangsi kepada karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku. Disamping itu pengusaha juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada pekerjanya.
Berikut ini kewajiban yang dimiliki oleh seorang pengusaha antara lain sebagai berikut :
  1. Kewajiban membayar upah; dalam hubungan kerja kewajiban utama bagi pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. (Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Ketentuan tentang upah ini telah mengalami perubahan pengaturan ke arah hukum publik. Hal ini terlihat dari campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya upah minimum yang harus dibayar oleh pengusaha yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
  2. Kewajiban memberikan istirahat/cuti; pihak pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas istirahat ini penting artinya untuk menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja/buruh juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja terus menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  3. Kewajiban menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi para pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja penyediaan fasilitas kesejahteraan dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan. (Pasal 100 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  4. Kewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja. (Pasal 114 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
  5. Kewajiban untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja yang dimaksud meliputi:7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  6. Wajib mengikutsertakan karyawannya dalam program jamsostek. Karena dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja, karyawan mendapatkan kemudahan atau keringanan jika mendapatkan musibah dalam pekerjaannya.








Referensi :
Kansi. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.2008. Jakarta; Sinar Grafika.
Neltje F. Katuuk. 1994. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta : Universitas Gunadarma

Sabtu, 23 April 2016

Hukum Perjanjian



  1. Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian yang telah dituangkan dan ditentukan kedalam bentuk suatu formulir. Kontrak ini dibuat oleh salah satu pihak. Contohnya pihak kreditur yang akan meminjamkan uangnya kepada pihak debitur.
Menurut Munir Fuady, yang dimaksud kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh satu pihak dalam kontrak tersebut bahkan seringkali kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya.

Kelebihan dari kontrak baku misalnya dalam bisnis yang melibatkan kontrak dalam jumlah yang banyak, sehingga untuk mengefisienkan waktu diperlukan standardisasi kontrak. Bagi dunia bisnis, kontrak baku sangat diperlukan karena mempermudah operasi bisnis dan mengurangi ongkos-ongkos. Kemudian, mengenai implikasi dari penggunaan kontrak baku pada asas kebebasan berkontrak, dapat dilihat pada saat kemunculan perusahaan-perusahaan multi-nasional sebagai akibat adanya revolusi industri. Dalam melakukan kegiatan usahanya, perusahaan multi-nasional tersebut menggunakan kontrak baku yang membatasi kebebasan berkontrak dan kesederajatan para pihak yang notabene merupakan roh dari asas kebebasan berkontrak.

  1. Macam-Macam Perjanjian
1)      Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak yaitu suatu perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar.
2)      Perjanjian Bernama dan tak bernama, perjanjian bernama yaitu perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan berjanjian tak bernama adalah suatu perjanjianyang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
3)      Perjanjian Obligator dan Kebendaan adalah suatu perjanjian yang menimbulkan hakdan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga.perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar menukar.
4)      Perjanjian konsensual dan real, perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hakdan kewajiban saja bagi pihak-pihak, tujuan perjanjian baru akan tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut, perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekligus realisasi tujuan perjanjian yaitu pemindahan hak.

  1. Syarat Syahnya Perjanjian
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syrat-syrat sah perjanjian adalah :
  • Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut.
  • Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
  • Ada suatu hal tertentu (objek)
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
  • Ada suatu sebab yang halal (causa)
Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

  1. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
  • Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  • Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
  • Terkait resolusi atau perintah pengadilan
  • Terlibat Hukum
  • Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

  1. Prestasi dan Wanprestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a.   Memberikan sesuatu
b.   Berbuat sesuatu
c.   Tidak berbuat sesuatu.
Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
Ø  Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
Ø  Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
Ø  Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).
Ø  Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
Ø  Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar)

Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan. Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1)    Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2)    Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Wanprestasi kelalaian seorang debitur ada 4 macam, yaitu :
1)      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2)      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3)      Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4)      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut :
Ø  Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPdt).
Ø  Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
Ø  Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
Ø  Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
Ø  Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan debitur dinyatakan bersalah.










Referensi :
Abdulkadir Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Prof. Subekti, S.H. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa

Sabtu, 16 April 2016



HUKUM PERIKATAN

Pengertian Hukum Perikatan

Hukum perikatan berasal dari bahasa Belanda yaitu “verbintenis” yang artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Hukum perikatan merupakan suatu hubungan yang terjadi dalam permasalahan kekayaan yang biasanya terjadi antara dua orang atau lebih dimana salah satunya menjadi yang berhak atas harta tersebut dan pihak yang bersangkutan lainnya menjadi yang memiliki kewajiban.

Dasar Hukum Perikatan
         
          Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Hukum perikatan di atur dalam buku III KUHPdt. Hukum perikatan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlakubagi perikatan pada umumnya sedangkan bagian kusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang bernamayang banyak dipakai dalam masyarakat.
Bagian umummeliputi bab I, bab II, bab III ( hanya pasal1352 dan 1353) dan bab IV, yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III (kecuali pasal 1352 dan 1353), bab IV sampai dengan bab XVIII, yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja yang sudah ditentukan  namanya dan bab-bab yang bersangkutan.
Hukum perikatan dilakukan dengan sistem “terbuka” artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan baik yang sudah di tentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang.
Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban debitur dan kreditur ditetapkan dalam undang-undang. Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur hak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban undang-undang, jika kewajiban tidak terpenuhi berarti pelanggaran undang-undang.
Dalam pasal 1352 KUHPdt, perikatan yang timbul karena undang-undangdiperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-semata karena ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karenaperbuatan orang. Perikatan yang timbul karena perbuatan orang dalam pasal 1353 KUHPdt diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut hukum dan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum.

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan

Asas yang termasuk dalam Hukum Perikatan :
  1. Asas Konsensualitas (Sepakat)
Perjanjian semata-mata timbul karena adanya kata sepakat artinya secara umum tidak diperlukan formalitas tertentu yang disyaratkan
Ada perjanjian tertentu yang memerlukan formalitas tertentu:
·         Perjanjian Jual beli tanah
·         Perjanjian perdamaian (perjanjian perdamaian mengiat apabila dibuat secara tertulis).

  1. Asas Kebebasab Berkontrak
Pasal 1338 BW menyatakan bahwa semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

  1. Asas kekuatan Mengikat dari Perjanjian
Orang terikat pada janji yang telah dibuatnya,1338 Asas Pacta Sunt servada.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi pihak yang membuatnya.

Beberapa Asas Hukum Perikatan Nasional, yaitu :
  • Asas Kepercayaan
  • Asas Kepastian Hukum
  • Asas Perlindungan
  • Asas Moral
  • Asas Kebiasaan
  • Asas Persamaan Hukum
  • Asas Keseimbangan
  • Asas Kepatutan
Hapusnya Perikatan

Perikatan dapat dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan, sebagai berikut :

a)      karena pembayaran

Pembayaran adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, guru privat dan lain-lain.
Yang dimaksud oleh undang – undang dengan perkataan “pembayaran” ialah pelaksanaan pemenuhan tiap perjanjian sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.
Pihak yang wajib membayar yaitu :                       
·         Debitur
·         Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, melainkan orang ketiga tersebut bertindak atas nama untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga yang bertindak atas namanya sendiri.

b)      karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Undang – undang memberikan kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi utannya karena tidak mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar hutangnya denganjalan penawaran pembayaran yang dikuti dengan penitipan. Penawaran pembayaran di ikuti dengan penitipan hanya dimungkinkan pada perikatan untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang – barang bergerak.Apabila penawaran pembayaran tidak diterima, debitur dapat menitipkan apa yang ia tawarkan.

c)      karena pembaruan utang
Pembaharuan utang atau Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

d)       karena perjumpaan utang atau kompensasi
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW).

e)      karena percampuran utang
Percampuran Utang atau Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

f)       karena pembebasan utang
Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskaan haknya untuk menagih piutangnya dari kreditur. Pembebasan hutang tidak mempunyai bentuk tertentu melainkan adanya persetujuan dari kreditur.

g)      karena musnahnya barang yang terutang

      Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai menyerahkan barang itu (terlambat),iapun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur.

h)      karena kebatalan atau pembatalan
Dalam pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa ketentuan-ketentuan disitu kesemuanya mengenai “pembatalan”. Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak dihapus.
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya adalah pembatalan perjanijan-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar atau voidable) sebagaimana yang sudah kita lihat pada waktu kita membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (Pasal 1320)

i)        karena berlakunya suatu syarat pembatalan
Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian,demikianlah pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk mengembalikan  apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

j)          karena lewat waktu
Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dinamakan kadaluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.





Referensi :
Abdulkadir Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf