- Standar Kontrak
Standar
kontrak adalah perjanjian yang telah dituangkan dan ditentukan kedalam bentuk
suatu formulir. Kontrak ini dibuat oleh salah satu pihak. Contohnya pihak
kreditur yang akan meminjamkan uangnya kepada pihak debitur.
Menurut
Munir Fuady, yang dimaksud kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang
dibuat hanya oleh satu pihak dalam kontrak tersebut bahkan seringkali kontrak
tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu
pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para
pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau
tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya.
Kelebihan
dari kontrak baku misalnya dalam bisnis yang melibatkan kontrak dalam jumlah
yang banyak, sehingga untuk mengefisienkan waktu diperlukan standardisasi
kontrak. Bagi dunia bisnis, kontrak baku sangat diperlukan karena mempermudah
operasi bisnis dan mengurangi ongkos-ongkos. Kemudian, mengenai implikasi dari
penggunaan kontrak baku pada asas kebebasan berkontrak, dapat dilihat pada saat
kemunculan perusahaan-perusahaan multi-nasional sebagai akibat adanya revolusi
industri. Dalam melakukan kegiatan usahanya, perusahaan multi-nasional tersebut
menggunakan kontrak baku yang membatasi kebebasan berkontrak dan kesederajatan
para pihak yang notabene merupakan roh dari asas kebebasan berkontrak.
- Macam-Macam Perjanjian
1) Perjanjian
Timbal Balik dan Sepihak yaitu suatu perjanjian yang mewajibkan kedua belah
pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar
menukar.
2) Perjanjian
Bernama dan tak bernama, perjanjian bernama yaitu perjanjian yang sudah
mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus
dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, pertanggungan,
pengangkutan, melakukan pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan berjanjian tak
bernama adalah suatu perjanjianyang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya
tidak terbatas.
3) Perjanjian
Obligator dan Kebendaan adalah suatu perjanjian yang menimbulkan hakdan
kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan
harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga.perjanjian
kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah,
tukar menukar.
4) Perjanjian
konsensual dan real, perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya
itu baru dalam taraf menimbulkan hakdan kewajiban saja bagi pihak-pihak, tujuan
perjanjian baru akan tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban
tersebut, perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekligus
realisasi tujuan perjanjian yaitu pemindahan hak.
- Syarat Syahnya Perjanjian
Perjanjian
yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh
undang-undang. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syrat-syrat sah perjanjian
adalah :
- Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus)
Dengan syarat
kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum,
kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh
kontrak tersebut.
- Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
Syarat wenang berbuat
maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum
memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH
Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan,
kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
- Ada suatu hal tertentu (objek)
Pasal 1332 KUH Perdata
menentukan bahwa
“Hanya barang-barang
yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333
KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
- Ada suatu sebab yang halal (causa)
Maksudnya adalah bahwa
suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang
berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang
atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH
Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu
perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu
atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Pembatalan Perjanjian
Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena :
- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan
- Terlibat Hukum
- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
- Prestasi dan Wanprestasi
Pengertian
prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal
1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi
jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat
dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut
Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu.
Menurut
Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur,
contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.
Sifat-sifat
prestasi adalah sebagai berikut :
Ø Harus
sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
Ø Harus
mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
Ø Harus
diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak
halal, perikatan batal (nietig).
Ø Harus
ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan
(vernietigbaar).
Ø Terdiri
dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan
(vernietigbaar)
Wanprestasi
adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh perikatan. Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1) Karena kesalahan debitur, baik yang
disengaja maupun karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (evermacht), force
majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Wanprestasi kelalaian
seorang debitur ada 4 macam, yaitu :
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya.
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi
terlambat.
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Akibat hukum
bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut :
Ø Debitur
wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243
KUHPdt).
Ø Apabila
perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan melalui
Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
Ø Dalam
perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi
wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
Ø Debitur
wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai
pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
Ø Debitur
wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan
debitur dinyatakan bersalah.
Referensi :
Abdulkadir
Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Prof.
Subekti, S.H. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar