Sabtu, 23 April 2016

Hukum Perjanjian



  1. Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian yang telah dituangkan dan ditentukan kedalam bentuk suatu formulir. Kontrak ini dibuat oleh salah satu pihak. Contohnya pihak kreditur yang akan meminjamkan uangnya kepada pihak debitur.
Menurut Munir Fuady, yang dimaksud kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh satu pihak dalam kontrak tersebut bahkan seringkali kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya.

Kelebihan dari kontrak baku misalnya dalam bisnis yang melibatkan kontrak dalam jumlah yang banyak, sehingga untuk mengefisienkan waktu diperlukan standardisasi kontrak. Bagi dunia bisnis, kontrak baku sangat diperlukan karena mempermudah operasi bisnis dan mengurangi ongkos-ongkos. Kemudian, mengenai implikasi dari penggunaan kontrak baku pada asas kebebasan berkontrak, dapat dilihat pada saat kemunculan perusahaan-perusahaan multi-nasional sebagai akibat adanya revolusi industri. Dalam melakukan kegiatan usahanya, perusahaan multi-nasional tersebut menggunakan kontrak baku yang membatasi kebebasan berkontrak dan kesederajatan para pihak yang notabene merupakan roh dari asas kebebasan berkontrak.

  1. Macam-Macam Perjanjian
1)      Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak yaitu suatu perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar.
2)      Perjanjian Bernama dan tak bernama, perjanjian bernama yaitu perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan berjanjian tak bernama adalah suatu perjanjianyang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
3)      Perjanjian Obligator dan Kebendaan adalah suatu perjanjian yang menimbulkan hakdan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga.perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar menukar.
4)      Perjanjian konsensual dan real, perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hakdan kewajiban saja bagi pihak-pihak, tujuan perjanjian baru akan tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut, perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekligus realisasi tujuan perjanjian yaitu pemindahan hak.

  1. Syarat Syahnya Perjanjian
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syrat-syrat sah perjanjian adalah :
  • Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut.
  • Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
  • Ada suatu hal tertentu (objek)
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
  • Ada suatu sebab yang halal (causa)
Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

  1. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
  • Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  • Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
  • Terkait resolusi atau perintah pengadilan
  • Terlibat Hukum
  • Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

  1. Prestasi dan Wanprestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a.   Memberikan sesuatu
b.   Berbuat sesuatu
c.   Tidak berbuat sesuatu.
Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
Ø  Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
Ø  Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
Ø  Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).
Ø  Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
Ø  Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar)

Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan. Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1)    Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2)    Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Wanprestasi kelalaian seorang debitur ada 4 macam, yaitu :
1)      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2)      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3)      Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4)      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut :
Ø  Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPdt).
Ø  Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
Ø  Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
Ø  Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
Ø  Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan debitur dinyatakan bersalah.










Referensi :
Abdulkadir Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Prof. Subekti, S.H. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar