Sabtu, 16 April 2016



HUKUM PERIKATAN

Pengertian Hukum Perikatan

Hukum perikatan berasal dari bahasa Belanda yaitu “verbintenis” yang artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Hukum perikatan merupakan suatu hubungan yang terjadi dalam permasalahan kekayaan yang biasanya terjadi antara dua orang atau lebih dimana salah satunya menjadi yang berhak atas harta tersebut dan pihak yang bersangkutan lainnya menjadi yang memiliki kewajiban.

Dasar Hukum Perikatan
         
          Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Hukum perikatan di atur dalam buku III KUHPdt. Hukum perikatan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlakubagi perikatan pada umumnya sedangkan bagian kusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang bernamayang banyak dipakai dalam masyarakat.
Bagian umummeliputi bab I, bab II, bab III ( hanya pasal1352 dan 1353) dan bab IV, yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III (kecuali pasal 1352 dan 1353), bab IV sampai dengan bab XVIII, yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja yang sudah ditentukan  namanya dan bab-bab yang bersangkutan.
Hukum perikatan dilakukan dengan sistem “terbuka” artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan baik yang sudah di tentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang.
Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban debitur dan kreditur ditetapkan dalam undang-undang. Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur hak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban undang-undang, jika kewajiban tidak terpenuhi berarti pelanggaran undang-undang.
Dalam pasal 1352 KUHPdt, perikatan yang timbul karena undang-undangdiperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-semata karena ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karenaperbuatan orang. Perikatan yang timbul karena perbuatan orang dalam pasal 1353 KUHPdt diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut hukum dan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum.

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan

Asas yang termasuk dalam Hukum Perikatan :
  1. Asas Konsensualitas (Sepakat)
Perjanjian semata-mata timbul karena adanya kata sepakat artinya secara umum tidak diperlukan formalitas tertentu yang disyaratkan
Ada perjanjian tertentu yang memerlukan formalitas tertentu:
·         Perjanjian Jual beli tanah
·         Perjanjian perdamaian (perjanjian perdamaian mengiat apabila dibuat secara tertulis).

  1. Asas Kebebasab Berkontrak
Pasal 1338 BW menyatakan bahwa semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

  1. Asas kekuatan Mengikat dari Perjanjian
Orang terikat pada janji yang telah dibuatnya,1338 Asas Pacta Sunt servada.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi pihak yang membuatnya.

Beberapa Asas Hukum Perikatan Nasional, yaitu :
  • Asas Kepercayaan
  • Asas Kepastian Hukum
  • Asas Perlindungan
  • Asas Moral
  • Asas Kebiasaan
  • Asas Persamaan Hukum
  • Asas Keseimbangan
  • Asas Kepatutan
Hapusnya Perikatan

Perikatan dapat dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan, sebagai berikut :

a)      karena pembayaran

Pembayaran adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, guru privat dan lain-lain.
Yang dimaksud oleh undang – undang dengan perkataan “pembayaran” ialah pelaksanaan pemenuhan tiap perjanjian sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.
Pihak yang wajib membayar yaitu :                       
·         Debitur
·         Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, melainkan orang ketiga tersebut bertindak atas nama untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga yang bertindak atas namanya sendiri.

b)      karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Undang – undang memberikan kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi utannya karena tidak mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar hutangnya denganjalan penawaran pembayaran yang dikuti dengan penitipan. Penawaran pembayaran di ikuti dengan penitipan hanya dimungkinkan pada perikatan untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang – barang bergerak.Apabila penawaran pembayaran tidak diterima, debitur dapat menitipkan apa yang ia tawarkan.

c)      karena pembaruan utang
Pembaharuan utang atau Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

d)       karena perjumpaan utang atau kompensasi
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW).

e)      karena percampuran utang
Percampuran Utang atau Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

f)       karena pembebasan utang
Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskaan haknya untuk menagih piutangnya dari kreditur. Pembebasan hutang tidak mempunyai bentuk tertentu melainkan adanya persetujuan dari kreditur.

g)      karena musnahnya barang yang terutang

      Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai menyerahkan barang itu (terlambat),iapun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur.

h)      karena kebatalan atau pembatalan
Dalam pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa ketentuan-ketentuan disitu kesemuanya mengenai “pembatalan”. Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak dihapus.
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya adalah pembatalan perjanijan-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar atau voidable) sebagaimana yang sudah kita lihat pada waktu kita membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (Pasal 1320)

i)        karena berlakunya suatu syarat pembatalan
Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian,demikianlah pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk mengembalikan  apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

j)          karena lewat waktu
Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dinamakan kadaluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.





Referensi :
Abdulkadir Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar