PERDAGANGAN LUAR NEGRI
TEORI PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Perdagangan Internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.perdagangan
internasional memberikan dampak yang baik terhadap kepentingan ekonomi, sosial,
dan politik, dan perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi,
kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan
dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut
antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang
dapat menghambat perdagangan, misalnya
dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan
lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan
timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Manfaat perdagangan Internasional:
·
Menjalin hubungan
baik antar negara
·
Dapat memperoleh
barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri
·
Memperoleh
keuntungan dari spesialisasi
·
Memperluas pasar dan
menambah keuntungan
·
Transfer
teknologi modern
PERKEMBANGAN
EKSPORT INDONESIA
Setiap negara memiliki sumber daya
alam yang berbeda-beda satu sama lain yang tidak terdapat di negara lain. Suatu
negara akan membutuhkan komoditi yang
tidak tersedia di negaranya tetapi tersedia di negara lain, maka negara
tersebut akan melakukan perdagangan atau pertukaran komoditi dengan negara
lain.maka dengan hal ini terjadilah kegiatan ekspor dan impor tiap negara.
Melimpahnya kekayaan alam di negeri
ini menyambut peluang bisnis berskala internasional. Dengan segudang hasil
panen, Indonesia mampu mengekspor beberapa bahan pangan maupun bahan produksi,
seperti kayu atau hasil hutan lain. Kegiatan ekspor impor ini dijadikan salah
satu solusi yang dipilih agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Maraknya
barang impor memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum
diproduksi di negeri sendiri.
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia
sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian
dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi
industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri
promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar
negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan
sangat tajam antarberbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang
menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Kondisi ekspor impor indonesia
mengalami peningkatan. Salah satunya ekspor ke Swiss. Seperti yang diungkapkan Kementerian
Perdagang (Kemendag) kinerja ekspor Indonesia ke Swiss meningkat tajam pada
kuartal I/2015, yakni meningkat 30 kali lipat menjadi USD 485,4 juta.Ekspor
Indonesia ke Swiss pada periode sama tahun sebelumnya hanya tercatat sebesar
USD 15 juta. Sementara saat ini peningkatan ekspornya hingga 3.131%.
Menurutnya, perhiasan dan permata menjadi komoditas ekspor terbesar ke salah
satu negara di Eropa tersebut.
Salah satunya yang sedang marak di
Indonesia adalah batu akik yang pada saat ini sedang hangat dibicarakan oleh
masyarakat, Indonesia pun turut menyumbang peningkatan ekspor Indonesia. Hal
tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, beliau
mengatakan ekspor perhiasan dan permata pada Maret 2015 meningkat 24,15%.
Penguatan ekspor perhiasan ini juga adanya peran batu akik. Pasalnya, batu akik
saat ini sedang menjadi tren di Indonesia sehingga sangat memungkinkan jika di
ekspor hingga ke mancanegara.
Jadi, ekspor impor Indonesia berada
dalam kondisi yang baik. Meskipun ada beberapa komiditi ekspor yang lesu,
seperti perikanan. Hal itu dikarenakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
berencana membuka izin bongkar muatan kapal (transhipment) di dalam negeri.
TINGKAT DAYA
SAING INDONESIA
Forum Ekonomi Dunia (World Economic
Forum/WEF) mengumumkan posisi indeks daya saing global Indonesia untuk tahun
2014/2015 menempati posisi 34 dari 144 negara yang disurvei.Pencapaian ini
membaik empat peringkat dibandingkan posisi tahun 2013/2014 di posisi 38 dan
peringkat 50 pada tahun 2012/2013.
Sementara posisi puncak ditempati
Swiss disusul Singapura dan Amerika Serikat (AS). Berikutnya di posisi 10 besar
adalah Finlandia, dan Jerman. Di peringkat enam ditempati Jepang, selanjutnya
Hong Kong, Belanda, Inggris dan di posisi 10 Swedia. Hal tersebut tertuang
dalam laporan World Economic Forum bertajuk “The Global Competitiveness Report
(CGI) 2013-2014” atau laporan daya saing global yang dirilis, Rabu (3/9).
"Tingkat ekonomi global masih berisiko,
meskipun sejumlah negara melancarkan kebijakan moneter yang cukup berani dalam
rangka melaksanakan reformasi struktural untuk membantu pertumbuhan
ekonomi," tulis laporan tersebut.
Laporan tersebut menilai, faktor
pendorong produktivitas dan kesejahteraan suatu negara adalah pelaksanaan
reformasi struktural di daerah guna mempertahankan pertumbuhan global.
Diperlukan inovasi dan sinergi yang lebih kompak antara sektor publik dan
swasta sehingga bisa mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
"Situasi geopolitk global yang memanas,
munculnya kesenjangan pendapatan, dan potensi pengetatan kondisi keuangan bisa
membuat pemulihan global berisiko, termasuk reformasi struktural dan
pertumbuhan yang lebih berkelanjutan," kata pendiri sekaligus Direktur
Eksekutif Forum Ekonomi Dunia, Klaus Schwab.
Dibandingkan di level Asia, posisi
daya saing Indonesia sebenarnya tidak terlalu bagus mengingat tidak masuk dalam
jajaran 10 besar Asia Pasifik. Indonesia kalah dari Malaysia yang menempati 20
dunia dan Thailand di posisi 31 global. Indonesia hanya lebih baik dari the
Philipina (52) dan Vietnam (68).
The Global Competitiveness Report's
didasarkan pada Global Competitiveness Index (GCI), yang diperkenalkan World
Economic Forum pada tahun 2004. Laporan ini mendefinisikan daya saing sebagai
seperangkat institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat
produktivitas suatu negara. Skor GCI dihitung berdasarkan 12 kategori yakni
institusi atau lembaga, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan
dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga
kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar,
kecanggihan bisnis, dan inovasi.
Referensi: http://solusibisnis.co.id/perkembangan-ekspor-impor-indonesia.html
http://www.beritasatu.com/ekonomi/207062-membaik-peringkat-daya-saing- indonesia-ke-peringkat-34-dunia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar